KilasNusantara.com, Gunungkidul// Warga masyarakat Kabupaten Gunungkidul kini mulai melirik kerja di luar negeri sebagai Pekerja Migran Indonesia (PMI) di tengah keterbatasan ekonomi di kampung halaman. Fenomena ini bukan pilihan terpaksa, melainkan merupakan strategi hidup untuk mengejar masa depan yang lebih baik di tengah ketidakpastian lapangan pekerjaan.
Kepala Bidang Tenaga Kerja, Dinas Perindustrian, Koperasi, UKM, dan Tenaga Kerja Gunungkidul, Nanang Putranto, menyebut bahwa hingga pertengahan Juli ini, pihaknya telah menerima 45 permohonan rekomendasi keberangkatan ke luar negeri. Jumlah itu hampir menyamai total pengajuan sepanjang tahun 2024 yang hanya mencapai 50 permohonan.
“Minat warga Gunungkidul untuk bekerja di luar negeri memang sangat tinggi. Mereka tertarik dengan iming-iming gaji yang jauh lebih besar dibandingkan di dalam negeri,” jelas Nanang.
Nanang mengungkapkan bahwa, negara tujuan favorit kini bukan lagi sebatas negara-negara Asia seperti Malaysia, Taiwan, dan Hong Kong. Kini, negara Turki justru muncul sebagai magnet baru bagi pencari kerja asal Gunungkidul.
“Kontrak kerja di Turki relatif fleksibel, bisa enam bulan hingga satu tahun. Selain itu, peluang kerjanya lebih formal dan lebih luas,” tambahnya.
Nanang menyebut, prinsip perlindungan dan prosedur legal tetap dikedepankan oleh Pemerintah Kabupaten Gunungkidul. Rekomendasi dari DPKUKM dan Tenaga Kerja menjadi dokumen vital yang diperlukan calon pekerja untuk mengurus keberangkatan melalui perusahaan penyalur resmi.
“Tanpa rekomendasi resmi, mereka akan kesulitan mendapat legalitas kerja. Kami juga terus mengingatkan agar masyarakat tidak tergoda bujuk rayu calo atau agen ilegal,” tegas Nanang.
Ia menekankan bahwa keberangkatan secara resmi tidak hanya menjamin aspek hukum, tetapi juga memberikan rasa aman bagi keluarga yang ditinggalkan di kampung halaman. Langkah ini sekaligus menjadi wujud komitmen pemerintah dalam menjaga keselamatan dan kesejahteraan para pekerja migran dari Gunungkidul.
Sementara itu, Rino Caroko, Tokoh Pendidikan dan Literasi Gunungkidul menyebut, dulunya banyak warga Gunungkidul mengadu nasib ke kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan kota-kota besar lainnya. Namun, hantaman gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang melanda berbagai sektor membuat mereka kehilangan tumpuan. “Akhirnya, bekerja ke luar negeri menjadi alternatif yang dinilai lebih menjanjikan,” jelas Rino.
Bekerja di Luar Negeri Lebih Menjanjikan
Sayangnya, berbagai program nasional seperti ketahanan pangan, padat karya, dan program pemulihan ekonomi di tingkat desa belum sepenuhnya jadi akses pekerjaan nyata bagi masyarakat. Implementasi yang belum merata, keterbatasan informasi, hingga minimnya pelatihan teknis menjadi hambatan utama yang belum mampu menahan laju migrasi kerja.
“Program-program nasional saat ini belum dapat menyentuh secara langsung dan belum diminati oleh calon pekerja baru,” ulasnya.
Sementara itu, rendahnya Upah Minimum Regional (UMR) di tingkat lokal juga menjadi faktor pendorong yang signifikan. Gaji yang ditawarkan di luar negeri bisa mencapai lima hingga sepuluh kali lipat dibandingkan upah di sektor formal maupun informal dalam negeri.
Bagi sebagian besar keluarga, angka tersebut sangat berarti untuk memperbaiki kondisi ekonomi dan menyekolahkan anak-anak. Di sisi lain, pergeseran pola pikir generasi muda juga turut memengaruhi tren ini. Banyak anak muda Gunungkidul kini enggan mengikuti jejak orang tuanya sebagai petani atau nelayan.
“Pilihan bekerja ke luar negeri dianggap lebih menjanjikan, baik dari segi penghasilan ma
upun gaya hidup,” pungkasnya.






