Ironis, Sudah Jual Tanah dan Rumah Pasutri ini Masih Terlilit Hutang Pada Koperasi Simpan Pinjam

Religi – KilasNusantara.com, Gunungkidul – Ekonomi yang belum stabil saat ini, banyak masyarakat terlilit hutang dengan Bank, Leasing, Koperasi, dan lain – lain. Terjadinya hutang karna memang untuk kebutuhan hidup tapi ada juga untuk gaya hidup, tanpa memikirkan efek kebelakang dari dampak hutang tersebut.

Namun saat ini yang marak ditengah masyarakat adalah pinjaman keliling menamakan Koperasi Simpan Pinjam. Pada umumnya masyarakat menamakan pinjaman keliling ini adalah Bank titil. Pinjaman memang tidak besar, kisaran diangka Rp. 500.000,- sampai dengan Rp. 2.000.000,-. Namun bunganya besar diawal saja sudah dipotong 10% dan tiap minggu dikenakan bunga bervariatif sesuai dengan ketentuan koperasi tersebut. Pembayarannya 1 Minggu sekali, Durasi waktu 10 Minggu sampai dengan 12 Minggu, bisa juga Bulanan tergantung kesepakatan kedua belah pihak.

Kejadian ini dialami Ratmi (35), dan Suyatno (39), pasangan suami istri warga Pampang, Paliyan, Gunungkidul ini bercerita pada awak media, Rabu (11/05/2022).

“Keluarga Kami terlilit hutang semenjak pandemi 2 Tahun ini, usaha Kami di pengrajin perak sepi pesanan terpaksa kami pinjam koperasi untuk memenuhi kebutuhan hidup. Awalnya cuman 1 Koperasi tapi lama – lama menjadi banyak karna untuk menutup koperasi yang satu ke koperasi lainnya, akhirnya terjeratlah kami sampai 22 Koperasi. Tidak hanya koperasi Bank pun kami juga punya pinjaman. Kalau Pinjaman di bank untuk membantu Kakak Saya yang saat itu sakit keras sampai beliau meninggal dunia. Saat ini Kami sudah tidak mempunyai tanah dan rumah, semua sudah kami jual untuk menutup hutang, itupun tidak mencukupi, dan saat ini hutang Kami masih diangka kisaran 35 juta, tidak tau harus bagaimana lagi untuk membayarnya,” Cerita Pasutri ini Sedih.

Cerita ini belum seberapa, Kami pernah mengalami sampai trauma ketakutan yang luar biasa, ketika suami belum pulang masih bekerja, hanya Saya dan Anak – anak yang dirumah ada penagih hutang menggedor pintu menagih minta angsuran untuk dibayar, tapi kami memang tidak mempunyai uang untuk membayarnya, penagih itu kesal dan mengambil beras bantuan PKH di belakang dan juga mengambil paksa anting yang ada ditelinga anak saya ketika itu sedang tidur lelap,” ujar Ratmi sedih.

“Saat ini keluarga Kami dan Orang tua menempati rumah yang sudah bukan milik kami lagi, sewaktu – waktu kalau mau ditempati sama yang punya rumah Kami harus rela pergi meninggalkan rumah ini,” pungkas pasutri ini.

 

Bram Priyantoro

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *