Syarat dan Tata Cara Aqiqah yang Perlu Dipahami Umat Muslim

Gunungkidul ( Religi-Kilasnusantara.com )– Aqiqah atau akikah merupakan perayaan menyembelih kambing yang dilakukan sebagai bentuk dari rasa syukur karena bayi yang baru lahir. Hukum aqiqah menurut Jumhur Ulama adalah sunnah muakkadah atau sunnah yang sangat diutamakan (semi wajib).

Hal ini sesuai hadist Nabi Muhammad saw :

عَنْ قَتَادَةَ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ سَمُرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كُلُّ غُلَامٍ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ السَّابِعِ وَيُحْلَقُ رَأْسُهُ وَيُسَمَّى

Dari Qatadah dari Al Hasan dari Samrah dari Nabi shallallahu `alaihi wasallam, beliau bersabda: “Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya, maka hendaklah disembelihkan untuknya pada hari ketujuh (dari kelahirannya), dicukur rambutnya dan diberi nama.” (HR. Ibnu Majah)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. “Semua bayi tergadaikan dengan aqiqah-nya yang pada hari ketujuhnya disembelih hewan (kambing), diberi nama, dan dicukur rambutnya.” [Shahih, HR. Abu Dawud, Tirmidzi, dan lain-lainnya].

Dijelaskan bahwa aqiqah secara bahasa maknanya adalah rambut yang ada di kepala bayi ketika lahir. Adapun secara istilah aqiqah adalah hewan yang disembelih untuk sang bayi pada saat rambut bayi tersebut dipotong. Salah satu hikmah adanya syariat aqiqah adalah untuk menampakkan rasa kegembiraaan, kenikmatan dan menyebarkan nasab. Sedangkan syarat aqiqah tentang jumlah hewan sembelihannya dalam hadis yang diriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda: “ Untuk anak laki-laki sembelihlah dua ekor kambing, untuk anak perempuan satu ekor saja.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hiban)

Hewan yang akan disembelih pun tidak boleh cacat. Aqiqah yang sah adalah jika sudah memenuhi syarat dari hewan qurban yakni tidak cacat dan juga sudah masuk ke usia yang sudah disyaratkan dalam Islam. Aqiqah adalah menyembelih di hari ke tujuh sejak kelahiran bayi yang dimaksudkan untuk bersyukur pada Allah. Akan tetapi selain kambing, sapi atau unta juga diperbolehkan dengan syarat hanya satu unta atau satu sapi untuk satu orang anak saja, namun sebagian ulama berpendapat jika aqiqah yang diperbolehkan hanya memakai kambing saja sebab sesuai dengan dalil Rasulullah saw. Saat menyembelih, maka diniatkan untuk melakukan aqiqah dengan menyebut nama bayi serta nama bapaknya dan bumbu untuk memasak harus lebih manis dengan tujuan supaya akhlaknya juga manis dan memang menjadi kesukaan dari Rasulullah adalah manis serta madu.

Berikut tata cara aqiqah sesuai sunnah beserta penjelasannya:

  1. Memotong hewan urut-urutan tata cara aqiqah terlebih dulu dengan menyembelih atau memotong hewan akikah. Bagi laki-laki dua ekor kambing dan bagi anak perempuan satu ekor yang persyaratannya sama dengan hewan kurban. Hewan aqiqah boleh dengan kambing, sapi atau unta. Namun umumnya Muslim di Indonesia memakai hewan kambing untuk aqiqah. Para ulama madzhab Syafiiy mensunnahkan bagi yang mengaqiqahi anaknya untuk ikut serta hadir menyaksikan proses penyembelihan hewan aqiqah. Bagi penjagal hewan (penyembelih hewan) untuk membaca basmalah sebelum menyembelih aqiqah. Setelah membaca basmallah, kemudian membaca takbir (Allahu Akbar) dan disunnahkan pula membaca shalawat atas Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.
  2. Memasak daging aqiqah jika pada perayaan kurban, dagingnya disunnahkan untuk disedekahkan sebelum dimasak. Sedangkan pada aqiqah, dagingnya dimasak terlebih dulu baru disedekahkan. Imam Nawawi dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab menyebutkan mayoritas ulama syafiiyah mengatakan bahwa disunnahkan jangan membagikan daging aqiqah yang masih mentah, akan tetapi sebaiknya dimasak terlebih dahulu.
  3. Membagikan dan memakan sebagian daging aqiqah daging aqiqah yang sudah dimasak disunnahkan dibagikan kepada tetangga sekitar sebagai bentuk rasa syukur atas kelahiran sang anak. Prinsip dasar dalam pembagian daging aqiqah sama seperti qurban. Siapa pun dia boleh menerimanya dan boleh ikut makan daging aqiqah tersebut, termasuk juga yang mengaqiqahi. Namun jika aqiqahnya adalah aqiqah yang sifatnya nadzar maka wajib disadaqahkan seluruh dagingnya kepada orang lain. Yang mengaqiqahi tidak boleh ikut makan daging aqiqah tersebut. Pembagian daging aqiqah yang sudah dimasak lebih afdhal diantarkan langsung masakan tersebut pada faqir miskinnya dari pada mereka undang datang ke rumah. Jika aqiqahnya termasuk aqiqah yang sunnah (bukan nadzar) maka disunnahkan bagi yang mengaqiqahi untuk mengambil bagian daging aqiqah tersebut. Cara pertama bisa 1/3 untuk yang mengaqiqahi dan sisanya 2/3 untuk dishadaqahkan kepada siapa pun. Atau cara kedua 1/3 untuk yang mengaqiqahi, 1/3 untuk Faqir Miskin dan 1/3 lagi untuk dihadiahkan kepada tetangga yang kaya raya.
  4. Mencukur atau memotong rambut setelah penyembelihan hewan, selanjutnya upacara pemotongan rambut bayi dan diberikan nama yang sebaik-baiknya. Pelaksanaan pemotongan rambut ini oleh Rasulullah saw disunnahkan dilakukan pada hari ketujuh dari hari kelahiran. Hal ini menurut Jumhur Ulama memiliki status hukum sunnah muakkadah atau sunnah yang sangat dimutamakan (Semi wajib).
  5. Mendoakan bayi dalam Madzhab Syafiiyah selain ditahnik juga disunnahkan untuk mendoakan sang bayi yang baru lahir setelah ditahnik. Hal ini dilakukan sebagaimana dulu Nabi saw pernah mendoakan bayi yang baru lahir yaitu anaknya sahabat Abu Musa alAsyary. Oleh sebab itu dalam acara aqiqah biasanya sudah maklum diadakan pengajian atau pembacaan maulid Barzanji dan juga ada doa bersama. Hal ini boleh boleh saja dilakukan dan termasuk tradisi yang baik sesuai dengan sunnah Nabi shalllallahu alaihi wa sallam. Imam an-Nawawi (w. 676 H) rahimahullah dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab menyebutkan bahwa: Disunnahkan untuk mentahnik bayi dengan kurma. Dari Abu Musa al-Asyary radhiyallahu anhu berkata: Aku membawa bayiku kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam dan beliau beri nama Ibrahim, beliau mentahniknya dan mendoakan keberkahan untuknya. (Hadits riwayat al-Bukhari dan Muslim).
  6. Memberi nama bayi yang baik, Ulama Syafiiyah menganjurkan untuk pemberian nama bayi dilakukan pada hari ke 7. Yaitu bersamaan dengan aqiqah dan dicukur rambutnya. Namun diperbolehkan juga memberi nama bayi sebelum hari ke 7 atau bahkan setelah hari ke 7. Namun yang afdhal adalah memberi nama bayi di hari ke 7. Imam an-Nawawi (w. 676 H) rahimahullah dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab menyebutkan bahwa: “Para ulama Syafiiyah mengatakan: disunnahkan memberi nama bayi di hari ke 7, boleh juga sebelumnya atau sesudahnya. Dari Samrah bin Jundub radhiyallahu anhu , sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: Setiap bayi itu tergadaikan dengan aqiqahnya, disembelihkan aqiqah dihari ke 7, dicukur rambutnya dan diberi nama. (HR. Abu Dawud, atTirmidzi, an-Nasai, Ibnu Majah dan lainnya dengan sanad yang shahih).

Berikut penjelasan mengenai syarat dan tata cara aqiqah yang perlu dipahami oleh umat muslim. Semoga bermanfaat .

(Red)

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *